Pagi-pagi, kami meninggalkan apartemen menuju bandara Lima untuk ke Cusco. Karena belum makan pagi, makan dulu di bandara. Saya dan kedua teman pesan set breakfast, isinya tamales (semacam lemper jagung) dengan roti, telur dan daging. Suami saya pesan empanada. Bentuknya mirip dengan panada Manado 😊


Perjalanan ke Cusco ini awal perjalanan ke Machu Picchu. Untuk yang ingin ke Machu Picchu, FYI…tidak bisa langsung naik bis dari bandara Lima ke Machu Picchu. Rute kami seperti ini :
- Lima – Cusco : Pesawat
- Cusco – Ollantaytambo : Mobil sewaan
- Ollantaytambo – Aguas Calientes : Kereta api
- Aguas Calientes – Machu Picchu : Bis
Nanti pulangnya rute ini diulangi lagi dengan rute terbalik…
Pergi ke Cusco dari Lima kami naik pesawat Sky.

Cusco
Dari pesawat kota Cusco kelihatan coklat. Iya, rumah-rumahnya atapnya coklat, jauh berbeda dengan Lima yang modern dan banyak gedung tinggi. Cusco coklat tapi tetap kelihatan bersih. Kota ini ketinggiannya 3,399 meter dari permukaan laut (dpl). Katanya ini kota transit untuk membiasakan diri dengan ketinggian dan tipisnya oksigen sebelum ke Machu Picchu, tapi Machu Picchu sendiri malah ‘hanya’ 2,430 dpl.
Waktu sampai di Cusco kami baik-baik saja. Senang juga, wah….tidak ada masalah dengan altitude sickness. Kami dijemput di bandara oleh petugas car rental (Europcar) untuk ke kantor Europcar. Ini jalan-jalan sekitar Europcar.




Dekat situ ada pasar juga, khusus menjual kerajinan dan oleh-oleh : t-shirt, topi khas Peru (chullo), syal dan kaos kaki dari bulu alpaca, batu cincin, dompet, gantungan kunci dan lain-lain. Harganya wajar, kalau beli banyak dikasih discount. Kesan saya selama di Peru, saya tidak pernah merasa tertipu saat belanja, tidak pernah merasa dipaksa beli, tidak pernah merasa tidak nyaman karena dikerubuti penjual, kalau beli dan ada kembalian penjualnya kasih kembalianpun selalu tepat. Pokoknya senang belanja di Peru. Ini berlaku di semua tempat…
Setelah serah terima mobil sewaan beres, kami ke apartemen. Apartemennya enak, letaknya di lantai 2, ada 2 kamar, ada lift. Di bagian resepsionis karyawannya masih muda-muda dan ramah-ramah. Dia bantu naikkan koper-koper kemudian kami disuruh duduk di ruang tamu apartemen untuk dibriefing : mau breakfast jam berapa besok, apa saja perlengkapan di dapur, cara pakai heater dll. Saat briefing tiba-tiba kami pusing. Beneran…. rasanya melayang, mau pingsan. Mungkin lihat muka yang tiba-tiba pucat si petugas ini langsung bilang ‘Saya buatkan teh coca ya’. Ternyata ini yang namanya altitude sickness. Kami disuruh minum teh coca. Daun cocanya di tiap gelas banyak sekali, dan kami diberi juga satu toples besar daun coca kalau perlu buat teh lagi. Wah, baik sekali. Selama di Peru di tiap hotel selalu disediakan teh coca, biasanya gratis atau 2 gelas pertama gratis. Di pasar juga banyak sekali daun coca segar, dijual dalam kantong kresek….jadi sekali beli banyak. Selain itu ada juga teh celup coca dan permen coca seperti yang kami beli di Lima.


Teh coca ini tidak ada rasanya, tapi katanya setelah minum teh coca, kalau test urine akan kelihatan seakan-akan kita pakai narkoba. Waduh. Setelah minum teh coca dan duduk-duduk di sofa, rasanya mendingan. Ini pemandangan dari jendela

Sesudah napas mulai teratur kami keluar apartemen, mau jalan-jalan ke alun-alun Cusco : Plaza de Armas. Jalan di Cusco tidak terlalu besar, kebanyakan cobblestone, naik turun pula. Tiap beberapa ratus meter kami megap-megap karena masih belum terbiasa dengan oksigen yang tipis ini. Hahaha….parah deh.



Toko souvenir. Banteng biru itu banteng Pucara atau Toritos de Pucara, konon supaya rumah selalu aman sejahtera.

Rumah-rumah di Cusco balkonnya cantik-cantik…buat duduk-duduk lihat orang lewat


Ini foto favorit saya. Suatu hari, kalau bisa dapat cuti yang lama….saya mau tinggal agak lama di suatu tempat, duduk-duduk seperti itu di balkon hotel, lihatin orang…

Plaza de Armas
Ini alun-alun Cusco, tempat orang duduk-duduk nongkrong, meeting point, banyak toko, restoran, café dan ada Katedral Cusco juga. Kami ke Katedral, tapi tidak boleh foto di dalam Katedral.





Dari Plaza de Armas, bisa kelihatan juga patung Yesus (Cristo Blanco = Yesus Putih) di kejauhan. Besoknya kami ke sana.

Waktu saya duduk-duduk di tangga Katedral, tiba-tiba ada anak laki-laki Indian datang menawari beli gantungan kunci llama. Anaknya masih kecil, mungkin kelas 2 SD dan manis sekali. Dia sopan sekali menawarkan dagangannya. 1 gantungan kunci 1 soles (4000-an rupiah). Saya beli dua.

Kami ke salah satu café di situ. Duduk di balkonnya makan cemilan singkong goreng (duh…jauh-jauh ke Peru), kue dan jus mangga dan 1 set sate, salah satunya daging alpaca, cuma saya lupa yang mana. Malamnya kami makan cuy / guinea pig / marmut di Plaza de Armas, ceritanya ada di sini…



Plaza de Armas di malam hari

Oh ya, karena banyaknya toko yang menjual barang-barang dari bulu alpaca, kami masuk ke salah satunya. Bagus-bagus sih. Harganya beda-beda tergantung seberapa banyak bulu alpacanya. Katanya barang-barang dari bulu alpaca ini hypoallergenic jadi tidak bikin bersin dan tidak bikin gatal juga.
Apa bedanya alpaca, llama, guanaco dan vicuna? Yang saya tahu, llama suka meludah kalau marah (jadi ingat komik Tintin), alpaca tidak. Yang dua lainnya saya baru dengar namanya waktu di Peru.


Di Plaza de Armas kadang ada ibu-ibu pakai pakaian tradisional yang menuntun alpaca, kita bisa foto dengan ibu itu dan alpacanya, bayar beberapa soles. Saya foto dengan sekelompok ibu. Mereka menuntun beberapa alpaca pakai tali dan gendong satu bayi kambing. Eh, waktu foto bayi kambingnya langsung dikasih ke saya suruh gendong. Bagus sih fotonya….cuma jaket saya jadi ada bulu dan bau kambingnya. Hahaha

(Bersambung ke Part 4)